APH Diminta Tindaki Dugaan Penambangan Ilegal PT SHF di WIUP PT Antam Blok Mandiodo

Sultraraya.com, Konawe Utara – Aparat Penegak Hukum (APH) diminta tindaki dugaan penambangan ilegal PT SHF di WIUP PT Antam.

Hal tersebut diminta oleh Pemuda dan Mahasiswa yang terhimpun dalam LPMT Sultra.

LPMT Sultra melakukan aksi unjuk rasa karena geram melihat aktivitas penambangan yang dilakukan PT. SHF dimana perusahaan tersebut diduga telah melakukan aktifitas pertambangan di dalam WIUP milik PT.Antam.Tbk Eks PT. Sriwijaya dan Eks PT. Wanagon di tahun 2021.

Berdasarkan dugaan tersebut,Senin 12 Desember 2022 LPMT Sultra melakukan aksi unjuk rasa di halaman Kejati Sultra dan Polda Sultra untuk melaporkan perusahaan tersebut yang diduga melakukan Pertambagan tanpa memiliki Izin Usaha Pertambagan (IUP), yang beraktivitas di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sultra.

Diketahui berasarkan keterangan LPMT salah satu perusahaan pertambangan Nickel yang diduga melakukan kegiatan tanpa mengantongi Izin yaitu PT. SHF yang juga pada tahun 2021 diduga kuat telah di Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Konut sehingga menetapkan tiga tersangka masing – masing Berinisial (AM,DM Dan DG) dan bahkan berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan, akan tetapi sampai hari ini pimpinan PT.SHF yang Berinisial (HA) diduga masih bebas berkeliaran bahkan Perusahaan tersebut diduga masih melakukan aktifitas pertambangan di Wilayah Izih Usaha Pertambangan milik PT. Antam.Tbk Eks PT. Sriwijaya sehingga keras dugaan kemungkinan di Back Up oleh oknum Aparat Penegak Hukum (APH).

Dugaan kegiatan pertambangan tanpa memiliki IUP jika benar terbukti adanya maka hal itu sudah melanggar dari konstitusi UU No. 4 Tahun 2009
Pasal 158 setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milliar rupiah).

UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) hutuf g jo, Pasal 38 ayat (3) Tentang Kehutanan 78 ayat (6) UU No. 41 Tahun 1999 Tentang kehutanan bahwa pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling banyak Rp. 5.000.000.000.00 (lima miliyar rupiah).

Kepada awak media Hebriyanto Moita perwakilan LPMT SULTRA mengatakan pihaknya sangat geram atas dugaan tersebut.

“Kami sangat geram melihat kekayaan alam kami yang dikeruk para investor dengan dan lebih ironinya banyak para perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan tanpa mengantongi Izin Usaha Pertambagan (IUP), sebut saja PT.SHF,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa PT. SHF diduga masih melakukan aktivitas sampai hari ini.

“Dan kuat dugaan kami sampai hari ini PT SHF masih terus melakukan aktifitas tanpa diendus oleh Instansi terkait dan yang diduga melakukan pembiaran terhadap kejahatan di sektor pertambangan yang dilakukan oleh PT. SHF,” tegasnya.

Lanjutnya pihaknya meminta kepada APH untuk melakukan penindakan terhadap PT. SHF.

“Atas temuan kami tersebut LPMT Sultra menyatakan sikap meminta Polda dan Kejati Sultra untuk segera menghentikan segala bentuk aktifitas perusahaan dan memanggil serta memeriksa Direktur Utama PT. SHF yang diduga beraktifitas di WIUP PT. Antam.Tbk Eks PT.Sriwijaya dan pada tahun 2021 di Eks PT. Wanagon,” tutupnya.***

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *